Monday 30 January 2017

Mengenal Adsense, Mengenal Dunia Baru | Part 2

Dengar-dengar, katanya kita bisa mendapatkan uang dari kegiatan blogging ini. Saya pun mencoba menggali informasi benar tidaknya hal tersebut. Sampai akhirnya saya menemukan cara agar blog dan tulisan kita bisa menghadirkan pundi-pundi rupiah ke kantong kita masing-masing. Google Adsense, kemudian akan disingkat GA, adalah jawabannya.

GA adalah salah satu program yang diluncurkan oleh Google. Melalui program ini, para blogger dan youtuber dapat mendapatkan uang, bisa disebut juga gajian, dari aktivitas mereka tersebut. Caranya mudah. Pihak GA akan menempatkan iklan dalam blog atau video kita setelah kita mampu lolos menjadi publisher GA. Sengaja saya memilih kata "lolos" sebab untuk menjadi publisher GA saat ini, tidak semudah seperti beberapa tahun lalu. Besarnya minat netizen untuk mendapatkan penghasilan dari GA, membuat mereka semakin teliti dan selektif dalam memilih calon-calon publisher iklan dari mereka. Apalagi katanya banyak "bisnis gelap" yang mewarnai kegiatan blogging akhir-akhir ini. Banyak orang yang dengan sengaja membuat banyak blog yang nantinya dijual kepada orang-orang yang, bisa dikatakan, ingin mempunyai blog full approved dengan instan. Meskipun begitu, ada juga beberapa orang yang mengatakan kalau mendaftar GA masih mudah dan tidak terlalu sulit. Mungkin saja dia sudah berpengalaman, mungkin? atau hanya sebuah keberuntungan? hehe

Masih tentang mendaftar adsense, ternyata pengetahuan sedikit kurang membantu saya saat pertama kali ingin mendaftarkan blog untuk menjadi publisher GA. Bisa saja kita langsung mendaftar GA, tapi hasilnya sudah pasti bisa ditebak. Blog kita akan langsung ditolak karena tidak memenuhi syarat-syarat untuk menjadi publisher GA. Untuk itulah pengetahuan diperlukan.

Setelah berhasil mendaftarkan blog saya, saya menunggu balasan email dari GA yang menentukan apakah saya bakal diterima atau tidak. Dalam masa penungguan tersebut, saya menggali informasi lagi terkait GA ini untuk memperbanyak wawasan saya. Yah, itu memang diperlukan jika masih ingin mendapatkan penghasilan batin saya. Ternyata, untuk bisa daftar GA, diterima GA, dan sukses dalam blogging, banyak sekali hal-hal yang harus saya pelajari mulai dari hal-hal remeh sampai ke hal-hal yang paling dilarang oleh GA.

Begitulah saya mengenal Adsense. Melalui rasa penasaran menghasilkan tulisan bagus, keinginan menjadi penulis, dan desakan agar cepat bisa menghasilkan pendapatan pribadi telah mendorong saya untuk membaca dan mengenali apa itu Google Adsense. Dunianya luas. Informasinya perlu dicari. Setelah membaca banyak referensi, saya mengetahui apa itu GA dan bagaimana kita, sebagai pelanggan, bisa memanfaatkan layanan tersebut. Ya meskipun belum sepenuhnya mengerti dan belum sepenuhnya sukses, tapi setidaknya saya sudah mendapatkan ilmu baru dari berseluncur di dunia maya mencari ikan bernama Google Adsense. Bisa dikatakan saat saya mengenal Adsense, saya mengenal dunia baru di kehidupan saya.

Mengenal Adsense, Mengenal Dunia Baru

Beberapa bulan terakhir ini, saya sedang giat menekuni aktivitas blogging saya. Awalnya kegemaran saya mengutak-atik blog muncul setelah status pengangguran sangat mengganggu saya dan saya ingin segera mendapatkan pekerjaan untuk menghasilkan pendapatan. Jalan yang ditempuh tidak mudah, banyak lamaran pekerjaan yang sudah saya kirim kepada perusahaan atau tempat usaha yang sedang membutuhkan tenaga kerja tambahan. Tapi hasilnya tidak sesuai perkiraan. Sampai sekarang saya masih belum mendapat pekerjaan.

Setelah mencoba sana-sini, coba melamar ini itu, akhirnya lelah pun menghampiri. Putus asa sudah pasti akan datang. Tapi saya tidak ingin menyerah di sini karena bagaimanapun keinginan saya untuk bisa menghasilkan pendapatan sendiri jauh lebih besar daripada rasa putus asa tersebut. Tanpa diduga, jalan menuju kesana (menghasilkan pendapatan) tiba-tiba terbentang dengan sendirinya.

Keinginan untuk menulis ternyata masih tersimpan aman di dalam diri saya. Saya tak pernah terpikir sebelumnya untuk menggantungkan hidup dari kegiatan tulis menulis karena beberapa alasan. Oleh karena rasa penasaran untuk menghasilkan tulisan bagus, ditambah dorongan kuat agar cepat mendapatkan pekerjaan, saya terpikir untuk membuka kembali akun blog saya dan mulai menghiasinya dengan tulisan-tulisan saya.

Sederhana saja. Motivasi saya adalah untuk melatih kemampuan menulis saya dan menyalurkan ide atau perasaan saya. Apalagi ada ungkapan Practice Makes Perfect, bukan? Bukan tidak mungkin kalau kemampuan menulis saya akan lebih baik jika saya rutin menghasilkan tulisan. Dengan segala kelebihan dan kekurangannya, blog akhirnya menjadi jawaban dan solusi bagi rasa penasaran saya.

Memang dengan kegiatan blogging, satu dari dua keinginan saya sudah terpenuhi. Tapi saya masih belum bisa dikatakan mendapat pekerjaan sebab menulis blog bisa dikatakan hanya untuk mengisi waktu agar tidak menganggur sembari mencari pekerjaan. Sedangkan kegiatan itu tidak menghasilkan uang yang sedang saya perlukan di saat ini. Saya butuh uang, saya butuh pekerjaan, dan saya harus bisa mandiri. Di lain itu semua, saya butuh motivasi. Bagaimana tidak? Kegiatan menulis ini lama-lama menjemukan jika tidak ada penyemangatnya. Ibarat makan, tapi tidak disertai lauk pauknya. Terasa hambar dan tidak berasa.

Bersambung...

Thursday 3 September 2015

Resep Brownies Kukus Sederhana

Bahan:
- 4 butir telur
- 125 gram terigu protein sedang
- 150 gram gula pasir
- 50 ml minyak goreng
- 50 gram coklat bubuk
- 1 sdt SP
- 1/2 sdt garam
- 5 sdm susu kental manis putih

Cara membuat:
1. kocok telur, SP, gula pasir, garam, dan susu hingga mengembang. Tanda adonan mengembang adalah adonannya berwarna putih dan teksturnya lembut.
2. setelah adonan mengembang, masukkan tepung terigu, coklat bubuk, dan minyak. campur dalam adonan dengan cara diaduk tanpa dikocok.
3. setelah semua bahan tercampur dalam adonan, masukkan ke dalam loyang yang telah diolesi mentega agar adonan tidak lengket.
4. masukkan ke dalam panci kukus, dan kukus selama 20-30 menit.
5. selamat mencoba :) 

Wednesday 11 February 2015

Belajar dari Bapak Editor

         Aku duduk menghadap meja di depanku. Di atas meja itu tampak sebuah tumpukan draft cerpen yang telah dipenuhi dengan coretan. Sejenak kucoba melirik judul besar cerpen itu. "Goresan Keriput". Deg! itu milikku. Aku mulai menerka-nerka apa yang sebentar lagi akan dikatakan oleh pak Eko. Apakah ia akan melempar draft itu ke lantai? ah, kurasa itu berlebihan. Atau jangan-jangan ia akan memakainya untuk membersihkan tangan berminyak karena memakan gorengan yang tersuguh di meja kerjanya? ah, sepertinya dia bukan orang seperti itu. Aku masih berkutat dengan perkiraan di otak sebelum mendengar editorku itu menyebut namaku.
   "Vita", katanya sambil menatapku.
   "Iya pak", jawabku pelan.
   "Saya sudah lihat cerpen kamu. kamu tau hasilnya?", katanya sambil membenarkan letak duduknya. Aku masih terdiam belum bisa menjawab pertanyaan itu karena aku pun belum melihat seluruh koreksian draftku kecuali hanya halaman pertama saja. Lalu beberapa detik kemudian ia berkata,
   "Hancur Vit"
Pyaar..!! rasanya seperti ada gelas yang pecah dalam hatiku, dan pecahan itu menggoreskan sedikit luka perih di sudutnya. Aku hanya menunduk sembari menunggu apa yang terjadi selanjutya.
   "Kalo abis nulis itu diperiksa dulu sebelum diserahin! jangan asal Vit! jangan mentang-mentang ada editor terus penulis jadi ga usah merhatiin tulisannya sendiri!", katanya dengan nada tinggi. 
   "Maaf pak", lagi-lagi aku hanya bisa menjawab dengan suara pelan. Aku menyadari selama ini aku memang hanya fokus pada jalan cerita. Tapi sering kali ejaan dan diksi dalam tulisanku malah aku abaikan begitu saja.
   "Menulis cerita itu bukan hanya berfikir tentang alur, tapi unsur-unsur lain juga harus di perhatikan. Tulisan kamu tidak akan dibilang bagus kalo hasilnya hancur kayak gini. Ejaannya banyak yang salah, diksinya banyak yang kurang tepat, huruf kapitalnya tidak diperhatikan, biar kata alurnya bagus yang baca gak mungkin suka Vit! sebel iya tuh", sampai di sini perkataan pak Eko, aku bisa merasakan kekesalannya. Aku masih tak berani untuk mengangkat wajahku. Rasanya terlalu menakutkan. Namun, tak lama setelah itu tampaknya hatinya mulai melunak. Setelah menarik nafas, ia mulai bicara pelan-pelan dan menasehatiku.
  "Semua kesalahan pada tulisanmu ini memang hanya kesalahan kecil, tapi semua akan menjadi besar kalo kamu mengulanginya di setiap tulisan-tulisanmu. Tidak semestinya kita meremehkan hal yang terlihat kecil. Karna bisa jadi hal yang kecil itu berpengaruh pada sesuatu yang besar".
        Dari nasehat pak Eko aku belajar, terkadang kita terlalu meremehkan hal kecil padahal itu berpengaruh pada suatu hal yang besar. Sering kali pula kita mengandalkan orang lain untuk melakukan hal milik kita yang bisa kita lakukan sendiri. Padahal, jika kita melakukan hal itu sendiri kita bisa mengambil manfaat yang lebih besar ketimbang mengandalkan orang lain.

Semoga kisah ini bermanfaat :)
Albint Wita ^_^

Monday 9 February 2015

Laki-laki Bermata Sendu

           Sulit rasanya untuk melupakan wajah itu. Setiap raut yang tergurat hanyalah tatapan lembut dari sepasang matanya yang sendu. Kala itu, rasanya aku semakin tak mampu untuk berlama-lama menatapnya. Yang ada hanya senyum simpul yang kusembunyikan dibalik wajah yang tertunduk malu. Yaa Tuhan.. sungguh sebuah gambaran yang membuat mata ini tak ingin lagi berkelip, seakan tak ingin melewatkan anugerah yang Kau berikan pada makhluk bernama laki-laki. Ya, dialah sang laki-laki bermata sendu.

^_^ ^_~

Sunday 8 February 2015

Tentang Aku

          Nama lengkapku Djuwita Lailatul Hikmah. panggilan masa kecilku hanya 3 huruf terakhir dari kata pertama namaku "ita". Semasa kecil, orang sering kali menyandarkan nama itu pada nama seorang penyanyi terkenal kala itu, "Ita Purnamasari". Ya, penyanyi yang cukup terkenal pada era 90-an. Haha aku hanya bisa tertawa mengingatnya. Menginjak SMP-SMA, nama panggilanku berubah menjadi sedikit lebih panjang. Beberapa memanggilku "wita" namun tak jarang juga "Juwita" dan pada akhirnya hampir setiap orang yang berkenalan denganku mereka langsung teringat lagu oh juwita-nya salah satu band terkenal di Indonesia. Bahkan, seorang guruku malah teringat lagu pada era-nya "juwita malam", aku sendiri tidak terlalu paham pada tahun berapa lagu itu beredar. Dan, kembali aku hanya bisa tersenyum. Yaah... setidaknya dengan begitu orang akan lebih cepat menghafal namaku. Begitu pikirku saat itu.
          Dilahirkan sebagai anak terakhir dari 6 bersaudara, menjadikan aku memiliki 3 kakak laki-laki dan 2 kakak perempuan. 4 orang dari mereka adalah saudara tiri, dan hanya satu kakak kandung. Itu semua karena kedua orang tuaku pernah menikah dengan orang lain sebelumnya. Ayahku dulu menikah dengan seorang wanita yang memberinya 2 anak perempuan dan 2 anak laki-laki. Namun, setelah itu istri pertama ayahku meninggal dunia. Ibuku juga tidak berbeda jauh, ia pernah menikah dan memiliki seorang anak laki-laki sebelum akhirnya suaminya meninggal karena sebuah penyakit. Hingga akhirnya pada suatu saat Tuhan mempertemukan ayah dan ibuku dalam sebuah ikatan suci yang kemudian melahirkan seorang malaikat kecil yaitu aku.
         Menjadi anak terakhir tentu menghadiahkan suka dan duka tersendiri. Bahagiaku karena aku lah satu-satunya yang melanjutkan pendidikan hingga Perguruan Tinggi. Namun, dengan Keadilan-Nya, Tuhan pun mentakdirkan aku pun satu-satunya anak yang bila menikah nanti Ayahku tak lagi menjadi waliku. Ayah meninggal dunia saat aku masih di bangku kuliah semester II. Sebuah pukulan yang cukup berat bagiku. Mengingat beliau belum pernah sekalipun menginjakkan kaki di kampus kesayanganku. Ia pernah berkata, suatu hari akan datang saat aku wisuda S1. Namun nyatanya Allah lebih sayang padanya dan ingin ia segera kembali padaNya. Dan sejak saat itu, wisuda dengan Ayah disampingku hanyalah sebuah mimpi yang tak akan pernah terealisasi. Kini aku hanya berharap, semoga Tuhan masih bermurah hati memberi umur yang lebih panjang untuk ibuku, agar kelak ia masih bisa melihatku wisuda dan menikah. lalu aku juga memiliki kesempatan untuk melihatnya bangga padaku. Aamiin.

Salam sayang,

Albint Wita

Sekelumit Rasa

kucoba memangkas, kau malah bertunas
aku pendam dalam kubur, kau justru kian subur..
oh rasa.. tempat mana lagi yang akan kita tuju?
bila mana lagi kuajak kau bersembunyi?
kian hari aku hanya kian letih..
mengusir peluh dengan senandung lirih..
mendendang kecapi dalam sepi dibalut awan, namun kau tak jua luruh terguyur hujan..
hah..
aku tak ubahnya seperti anak kecil yang berguru pada tukang becak
bertanya dengan bodoh kapan aku akan sampai bulan dengan becaknya..
mengapa tak memanjat pohon saja?
lalu melompat pada bintang-bintang, mungkin tak lama kemudian gayung kan bersambut bulan?
haha..
kurasa tidak!!
mungkin maksudku membalut sisi luka, namun nyatanya aku pun menggarami sisi lainnya..



Albint Wita